MAROKO133 Update startup: Working Mom di Kursi CMO: Jovita Widjaja Menggambarkan Investasi

πŸ“Œ MAROKO133 Update startup: Working Mom di Kursi CMO: Jovita Widjaja Menggambarkan

CMO Nanovest, Jovita Widjaja / Doc. Nanovest

Sebagai penggerak utama di balik strategi pemasaran Nanovest, Jovita Widjaja, Chief Marketing Officer Nanovest memiliki pendekatan yang terbukti efektif dalam meraih kepercayaan investor High Net-Worth Individual (HNWI). Berbekal pengalaman lebih dari lima tahun di pasar modal serta latar belakang di dunia wealth management/private wealth, Jovita memahami secara mendalam karakteristik dan kebutuhan segmen investor ini.

Lulusan Mathematical Science dari Bentley University ini percaya bahwa trust adalah fondasi utama dalam membangun relasi dengan HNWI. Karena itu, ia menerapkan pendekatan yang lebih personal mengutamakan hubungan jangka panjang yang dibangun atas dasar kepercayaan dan nilai bersama. Hal ini sejalan dengan visinya di Nanovest: membangun koneksi emosional yang kuat antara brand dan investor, di tengah dunia finansial yang semakin digital dan transaksional.

Namun, lebih dari sekadar profesional di dunia keuangan, Jovita juga menjalani peran penting sebagai seorang ibu. Di tengah ritme industri teknologi finansial yang serba cepat, ia tidak melihat peran ibu dan profesional sebagai dua hal yang bertentangan. Justru, pengalaman pribadinya sebagai ibu memberinya empati dan perspektif nyata terhadap kebutuhan banyak orang akan rasa aman, waktu berkualitas bersama keluarga, dan kebebasan untuk mengelola hidup sesuai nilai pribadi.

Perpaduan antara kepekaan sebagai ibu dan ketajaman strategis sebagai eksekutif menjadikan Jovita sosok yang tidak hanya memahami angka, tetapi juga manusia di baliknya. Inilah yang membuat pendekatannya dalam membangun kepercayaan investor, khususnya HNWI, menjadi lebih bermakna dan berkelanjutan.

Dari Peran Ibu ke Strategi Relatable: Literasi Keuangan yang Lebih Personal dan Empatik

Pengalaman pribadi Jovita sebagai seorang ibu menjadi fondasi kuat dalam merancang strategi marketing Nanovest yang lebih empatik dan relevan. Ia memahami bahwa banyak pengguna terutama perempuan, orang tua muda, hingga profesional tidak selalu punya waktu atau kepercayaan diri untuk mendalami dunia investasi yang kompleks. Karena itu, pendekatannya dimulai dari hal paling dasar: membuat investasi terasa dekat, manusiawi, dan bisa dipercaya.

“Tantangan terbesar justru bukan soal akses, tapi rasa percaya,” jelas Jovita.

Di tengah derasnya arus informasi, ia melihat pentingnya membangun literasi keuangan yang personal, bukan transaksional. Hal inilah yang mendorongnya untuk menghadirkan Nanovest sebagai platform yang tidak hanya transparan dan teregulasi oleh OJK, tetapi juga bisa menjadi teman yang mendampingi perjalanan finansial penggunanya.

Kampanye yang Mengubah Persepsi tentang “Kaya”

Salah satu inisiatif paling berkesan dari Nanovest di bawah arahan Jovita adalah kampanye “This is My Wealth”. Kampanye ini mengajak anak muda untuk mendefinisikan ulang arti kekayaan — bukan hanya dalam bentuk nominal, tapi dalam bentuk kesehatan, kebebasan waktu, dan kualitas hidup.

“Kami ingin orang melihat bahwa wealth bisa berarti punya waktu untuk olahraga pagi, atau bisa pulang lebih cepat untuk makan malam bersama keluarga. Itu juga bentuk investasi,” ungkap Jovita.

Untuk memperkuat pesan ini, Nanovest berkolaborasi dengan berbagai studio olahraga mulai dari Padel, Yoga, hingga Fitness Bootcamp dan membagikan 1000 starter kit olahraga serta hadiah bitcoin hingga 50 juta Rupiah untuk mengapresiasi para member yang telah ikut serta dalam campaign tersebut.

Strategi CMO: Relevansi, Edukasi, dan Aksesibilitas

Dengan pengalaman lebih dari satu dekade di industri digital dan keuangan, Jovita membangun strategi marketing Nanovest di atas tiga pilar: edukasi yang relatable, komunitas yang aktif, dan pengalaman pengguna tanpa hambatan.

“Investasi adalah soal kepercayaan. Kalau orang merasa ribet di awal, mereka akan mundur. Karena itu, tampilan aplikasi Nanovest harus sesederhana mungkin, tanpa menghilangkan kedalaman informasi,” ujar Jovita.

Selain itu, Jovita menekankan pentingnya storytelling dalam edukasi keuangan. Bukan data atau angka yang menggerakkan orang, tapi cerita yang dekat dengan keseharian mereka.

Menatap Strategi Berkelanjutan: Mudah untuk Pemula, Relevan untuk HNWI

Tak hanya fokus pada edukasi dan inklusi di tahap awal, Jovita juga mempersiapkan strategi jangka panjang untuk memperluas cakupan pasar Nanovest ke segmen High Net-Worth Individuals (HNWI) kelompok dengan ekspektasi tinggi terhadap personalisasi layanan, diversifikasi portofolio, serta efisiensi dalam pengelolaan aset. Tahun ini, Nanovest akan meluncurkan serangkaian produk dan fitur baru sebagai bagian dari strategi perluasan pasar. Di sisi lain, Nanovest juga telah menghadirkan program IDDR VIP yang ditujukan untuk investor High Net-Worth Individuals (HNWI), menawarkan imbal hasil kompetitif untuk nominal investasi di atas Rp500 juta, sebuah langkah nyata dalam menjawab kebutuhan akan stabilitas, transparansi, dan eksklusivitas dalam berinvestasi.

“Segmen ini punya cara pandang berbeda terhadap investasi. Mereka mencari platform yang bisa jadi mitra strategis, bukan sekadar tempat transaksi. Kami ingin menjawab itu dengan pendekatan yang tetap human, tapi lebih eksklusif,” ujar Jovita.

Jovita Widjaja di acara Bulan Literasi Kripto 2024 / Doc. Nanovest

Seluruh inisiatif ini menjadi bagian dari strategi berkelanjutan yang ia bangun sebagai CMO, untuk memastikan bahwa Nanovest mampu menjangkau berbagai lapisan investor secara relevan dan progresif.

πŸ”— Sumber: dailysocial.id


πŸ“Œ MAROKO133 Breaking startup: Xendit acquires Payex πŸ‡²πŸ‡Ύ, Danantara targets $10B dep

Dear subscribers,

We’re back in your inbox with a fast, zero-fluff briefing for founders, investors, VCs, and regulators across Indonesia, Southeast Asia, and beyond. This week: Xendit’s Malaysia push, Dunkin’s new operator, Danantara’s $10B deployment plan, TikTok’s license reinstatement, HSBC’s tokenised deposits rollout, and a governance watch on P2P lending—distilled into what matters and why.

Best regards,
The DailySocial Team


What’s New

  • Xendit expands into Malaysia 🇲🇾. Indonesia’s leading payment gateway has completed the full acquisition of Payex, a Bank Negara–licensed payment gateway provider, and will rebrand it as Xendit Malaysia. Announced at the Selangor Smart City & Digital Economy Convention 2025, this move follows Xendit’s initial investment in Payex in early 2023. Since entering Malaysia, Xendit has onboarded 4,500+ businesses, processed over MYR 5 billion (~US$1.1 billion) in transactions, and plans to expand its local team, partnerships, and education initiatives. The new entity will be led by Jayson Poon, former central bank official. [Read More]

  • Dunkin’ Donuts Indonesia enters new era 🍩. F&B local startup, DailyCo, through its subsidiary PT Diamonds Donuts Internasional (DDI), has officially taken over the master franchise license of Dunkin’ Donuts Indonesia from PT Dunkindo Lestari, effective October 7, 2025. The first new outlet is planned for Jakarta in Q4 2025, followed by gradual expansion through both flagship and neighborhood cafés. The move marks Dunkin’s major comeback in Indonesia’s growing bakery (US$50B+, 9.4% CAGR 2025–2029) and coffee (7% annual growth through 2031) markets. [Read More]

  • Danantara to deploy $10B investments in 3 months 💰. Indonesia’s sovereign investment body, Danantara, aims to channel US$10 billion by January 2026, with 80% focused domestically. Current investments include projects in Saudi Arabia, renewable energy, and waste-to-power. CIO Pandu Sjahrir highlighted Indonesia’s mix of high yield and stability supported by low inflation and a young population. Danantara also aims to boost local capital market liquidity—currently around US$1B in daily turnover—far below India’s US$10–11B. [Read More]

  • TikTok back in business 🎥. Indonesia has lifted TikTok’s license suspension after the company provided aggregated operational data requested by the government, including livestream, monetization, and web traffic activity. The suspension, imposed on October 3, followed incomplete compliance during unrest linked to a delivery driver’s death. With over 100 million users, TikTok’s return underscores its reliance on Indonesia as its largest Southeast Asian market, amid ongoing debates over data transparency and user trust. [Read More]

What’s Exciting

1️⃣ HSBC tokenizes deposits in Singapore 🪙. HSBC has expanded its Tokenised Deposit Service (TDS) to Singapore after launching in Hong Kong. The service allows instant 24/7 settlement using DLT-based digital tokens representing fiat deposits. Ant International became the first client to complete SGD and USD transactions across HSBC Singapore and Hong Kong, highlighting TDS’s potential in liquidity and FX management. The bank plans further rollouts in the UK and Luxembourg, positioning Singapore as a global treasury hub.

2️⃣ SBI Holdings joins Amar Bank 🇯🇵🇮🇩. Japan’s SBI Holdings has acquired over 5% stake in Amar Bank, becoming its third-largest institutional investor after Tolaram and Jagat Raya Imajinasi. Amar Bank CEO Vishal Tulsian said the partnership will enable synergy with SBI’s vast ecosystem, furthering Amar’s mission to transform retail and MSME banking in Indonesia.

What’s Next: Strengthening Fintech Governance Before the Snowball Effect Hits ⚖️

Indonesia’s fintech lending industry continues its rapid climb — outstanding loans reached Rp 87.61 trillion as of August 2025, up 21.6% YoY, according to the Financial Services Authority (OJK). Despite a relatively low 2.6% delinquency rate, the surge signals growing systemic risk if governance gaps persist.

Several players still fall short of the minimum capital requirements (Rp 12.5B for P2P platforms; Rp 100B for multifinance firms). OJK is urging recapitalization or new investor entry to prevent potential liquidity shocks. The Dana Syariah case — where lenders faced withdrawal delays despite a 99.82% repayment rate — underscores how weak governance can erode investor trust.

OJK has intensified enforcement, issuing hundreds of administrative sanctions in August 2025 and coordinating with law enforcement to uphold compliance and solvency standards.

With fintech lending expanding fast, stronger governance and risk management are urgently needed. If capital adequacy, transparency, and compliance issues are left unchecked, isolated incidents could escalate into a systemic crisis. As Dana Syariah’s case shows, trust is fragile and rebuilding it starts with firm, proactive regulation.

πŸ”— Sumber: dailysocial.id


πŸ€– Catatan MAROKO133

Artikel ini adalah rangkuman otomatis dari beberapa sumber terpercaya. Kami pilih topik yang sedang tren agar kamu selalu update tanpa ketinggalan.

βœ… Update berikutnya dalam 30 menit β€” tema random menanti!

Author: timuna