MAROKO133 Breaking gadget: IGA 2025: vivo V60 Lite Raih Best Smartphone Design (Value), Ga

📌 MAROKO133 Hot gadget: IGA 2025: vivo V60 Lite Raih Best Smartphone Design (Value

Jakarta, Gizmologi – Aspek desain memang kini tak luput menjadi salah satu faktor penentu Gizmo friends dalam membeli sebuah gadget, terutama smartphone. Wajar saja, karena smartphone umumnya selalu berada dalam genggaman sepanjang hari, menemani aktivitas. Untuk itu, Inddonesia Gadget Award 2025 menghadirkan kategori Best Smartphone Design, dan vivo V60 Lite berhasil menjadi salah satu pemenang utama. Apa saja alasannya?

Hadir resmi pada awal Oktober kemarin, vivo V60 Lite tampil jauh lebih segar dibandingkan generasi sebelumnya, dirancang khusus untuk hadirkan fitur menarik serta tampil stylish untuk para Gen Z sebagai salah satu target pasar utamanya. Smartphone ini membawa kapasitas daya baterai yang jauh lebih besar, namun tetap berhasil tampil dalam profil ramping.

vivo V60 Lite hadir dalam dua opsi, mengusung chipset 4G dan 5G. Namun keduanya memiliki keunggulan utama yang serupa, termasuk desainnya yang dibuat semakin trendi. Sekaligus sejumlah fitur AI yang bisa tingkatkan baik kualitas foto hingga mendukung produktivitas.

Baca juga: Review vivo V60: Tetap Andalkan Tiga Kamera ZEISS, Makin Jago Foto Konser

Alasan vivo V60 Lite Mendapat Best Smartphone Design (Value) di IGA 2025

Meski dibanderol mulai Rp3 jutaan, vivo V60 Lite tampil dalam desain yang lebih segar dan kekinian, tersedia dalam sejumlah opsi warna pastel yang bisa disesuaikan dengan gaya dan preferensi Gizmo friends masing-masing. Desain modul kamera baru yang dirancang lebih simpel, membawa konfigurasi kamera vertikal.

Tersedia dalam opsi Vibing Blue, Vibing Black, dan Vibing Pink, smartphone ini tampil dalam profil yang lebih ramping, memiliki ketebalan hanya sekitar 7,6mm. Padahal, di dalamnya disematkan baterai besar berkapasitas 6500 mAh—tidak lain berkat penggunaan teknologi BlueVolt Battery. Di sisi depan, juga terdapat layar seluas 6,77 inci, namun tetap terasa cukup ramping dalam genggaman berkat keempat sisi bezel tergolong tipis.

Aspek di atas seolah membuktikan bila vivo tidak hanya mementingkan aspek visual, namun juga kenyamanan perangkat saat digunakan. Membuat vivo V60 Lite terasa lebih nyaman ketika dibawa beraktivitas sepanjang hari, juga tidak licin dan lebih tahan dari bekas sidik jari. Permukaan bodi belakangnya selalu terlihat bersih, meski tanpa case sekalipun.

Nilai tambah lainnya yang juga masih terkait aspek desain, adalah durabilitas perangkat. Walaupun dibanderol terjangkau, vivo V60 Lite tetap dirancang kuat layaknya smartphone flagship. Telah diperkuat dengan permukaan kaca Shield Glass khusus, Comprehensive Cushioning Structure yang membuat komponen internalnya lebih aman saat terjatuh, dan juga telah lolos uji SGS Five-Drop Resistance.

Plus, sertifikasi IP65 Dust and Water Resistance yang membuat vivo V60 Lite tahan dari debu maupun cipratan air, bahkan diklaim tetap aman meski terkena air hujan selama 12 jam non-stop. Layar smartphone juga tetap dapat dioperasikan secara normal walau tangan sedang basah, dan ada mode khusus untuk mengeluarkan air dari lubang speaker lewat satu sentuhan.

Semua poin-poin di atas kami nilai berhasil membuat vivo V60 Lite menjadi yang terbaik dan memenangkan nominasi Best Smartphone Design di segmennya. Tidak hanya tampil stylish dan pas untuk para anak muda, namun juga membawa nilai durabilitas yang prima, serta mengusung kapasitas baterai yang bisa dibilang terbesar di segmennya, untuk mendukung gaya hidup aktif.

Artikel berjudul IGA 2025: vivo V60 Lite Raih Best Smartphone Design (Value), Gabungkan Desain Stylish & Beragam Keandalan Menarik yang ditulis oleh Tim Editor pertama kali tampil di Gizmologi.id

🔗 Sumber: www.gizmologi.com


📌 MAROKO133 Eksklusif gadget: WhatsApp Siapkan Fitur Third-Party Chats di Eropa Te

Jakarta, Gizmologi – Interoperabilitas aplikasi pesan kini memasuki babak baru. Setelah bertahun-tahun aplikasi chat saling berdiri sendiri dengan ekosistem tertutup, Uni Eropa mulai mendorong keterbukaan melalui Digital Markets Act (DMA).

Regulasi tersebut mewajibkan perusahaan besar seperti Meta untuk membuka akses lintas layanan, memungkinkan pengguna WhatsApp untuk berkomunikasi dengan aplikasi pesan lain. Langkah ini secara teori membuat pasar lebih kompetitif dan memberi pengguna lebih banyak pilihan.

Namun, membuka pintu komunikasi lintas platform bukanlah isu sederhana. Platform pesan modern dibangun dengan sistem keamanan dan standar enkripsi berbeda, sementara WhatsApp sendiri mengandalkan end-to-end encryption (E2EE) sebagai pilar utama privasinya. Ketika interoperabilitas dipaksakan oleh regulasi, pertanyaannya adalah: apakah keamanan tetap bisa dipertahankan? Atau justru fitur baru ini menciptakan celah baru?

Di sinilah Meta mencoba menyeimbangkan tuntutan regulasi dengan kemampuan teknis. Dengan memperkenalkan fitur “third-party chats”, WhatsApp pada dasarnya mematuhi aturan, namun tetap memberi pengguna kendali penuh, fitur bersifat opsional, dapat dinyalakan dan dimatikan, dan dijelaskan dengan perbedaan yang jelas antara chat internal WhatsApp dan chat pihak ketiga. Tetapi realitas di lapangan kemungkinan lebih rumit dari sekadar pilihan on/off.

Baca Juga: Indonesia Gadget Award 2025 Rayakan Sinergi AI & Perkembangan Teknologi Terkini

Third-Party Chats?

Meta mengumumkan bahwa WhatsApp akan mulai mendukung komunikasi lintas platform untuk pengguna di Uni Eropa dalam beberapa bulan ke depan. Dua aplikasi pertama yang bisa terhubung adalah BirdyChat dan Haiket—hasil dari kolaborasi tiga tahun antara Meta, layanan pesan Eropa, serta Komisi Eropa. Kedua layanan ini menjadi “moderator awal” dari implementasi DMA yang mengharuskan layanan pesan besar membuka interoperabilitas.

Nantinya, pengguna WhatsApp di wilayah Eropa akan melihat notifikasi khusus di bagian Settings, menjelaskan cara mengaktifkan third-party chats. Setelah mengaktifkan fitur ini, pengguna bisa mengirim teks, pesan suara, foto, video, dan file ke pengguna aplikasi lain. Penggunaannya tetap opsional, jadi mereka yang ingin menjaga ekosistem chat tetap tertutup bisa mengabaikan fitur tersebut. Meta menegaskan bahwa pengalaman onboarding akan dibuat sejelas mungkin supaya pengguna paham risiko dan perbedaan antara chat internal dan pihak ketiga.

Fitur ini tersedia di Android dan iOS, sehingga tidak ada pembatasan perangkat. Bagi WhatsApp, langkah ini merupakan komitmen untuk mematuhi DMA, namun tetap berusaha mempertahankan kenyamanan pengguna. Bagi pengguna yang selama ini mengeluh terlalu banyak aplikasi pesan yang tidak saling terhubung, solusi ini terdengar menjanjikan. Namun, konektivitas lintas platform juga menimbulkan pertanyaan besar: apakah pengalaman chat akan seragam, atau justru terasa terfragmentasi?

Keamanan, E2EE, dan Tantangan Interoperabilitas

Meta menegaskan bahwa pihak ketiga yang ingin terhubung ke WhatsApp harus menggunakan tingkat enkripsi end-to-end yang setara. Secara teori, ini menjaga keamanan dasar tetap konsisten. Namun kenyataannya, tidak semua aplikasi menerapkan E2EE dengan cara yang sama. Ada variasi implementasi, protokol, dan kebijakan penyimpanan data. Inilah yang membuat interoperabilitas menjadi tantangan besar: bagaimana memastikan standar keamanan tidak turun hanya karena dua layanan harus saling bicara?

Meta berusaha menjawab ini dengan membuat batasan teknis. Mereka menyebut bahwa interoperabilitas dibangun dengan “menjaga E2EE dan jaminan privasi sejauh mungkin.” Kata “sejauh mungkin” menunjukkan bahwa ada batas tertentu yang tidak bisa dijamin. Dengan kata lain, third-party chats mungkin tidak menyamai tingkat keamanan WhatsApp sepenuhnya, terutama jika pihak ketiga memiliki arsitektur yang berbeda. Ini adalah area abu-abu yang perlu dipahami pengguna.

Selain itu, membuka interoperabilitas berarti membuka permukaan serangan baru. Jika WhatsApp biasanya hanya perlu mengamankan komunikasi antarpengguna internal dengan protokol yang mereka kontrol penuh, kini mereka harus memastikan pihak ketiga juga patuh. Jika ada celah pada aplikasi lain, kemungkinan dampaknya ikut terbawa ke percakapan yang melewati sistem WhatsApp. Privacy-conscious users mungkin melihat ini sebagai risiko tambahan yang tidak bisa diabaikan.

Langkah Meta membuka third-party chats di WhatsApp adalah titik penting dalam perubahan besar yang dipicu regulasi Uni Eropa. Ini memberikan fleksibilitas baru bagi pengguna, memungkinkan komunikasi lintas aplikasi tanpa harus pindah platform. Namun, fitur ini juga membawa kompromi, terutama di sisi keamanan dan pengalaman pengguna.

WhatsApp mencoba menjalin keseimbangan: mematuhi hukum, tetap mempertahankan E2EE, dan memberi pilihan penuh kepada pengguna. Tetapi tantangan interoperabilitas, mulai dari perbedaan protokol, potensi celah keamanan, hingga fragmentasi pengalaman, menjadi hal yang harus dipantau ke depannya.

Yang jelas, industri pesan instan sedang memasuki era baru. Apakah interoperabilitas akan membuat ekosistem lebih sehat, atau justru lebih rumit? Tahun-tahun awal penerapan DMA akan menjadi uji nyata bagi para raksasa teknologi  termasuk Meta.

Artikel berjudul WhatsApp Siapkan Fitur Third-Party Chats di Eropa yang ditulis oleh Christopher Louis pertama kali tampil di Gizmologi.id

🔗 Sumber: www.gizmologi.com


🤖 Catatan MAROKO133

Artikel ini adalah rangkuman otomatis dari beberapa sumber terpercaya. Kami pilih topik yang sedang tren agar kamu selalu update tanpa ketinggalan.

✅ Update berikutnya dalam 30 menit — tema random menanti!

Author: timuna