📌 MAROKO133 Hot gadget: Avatar: Fire and Ash Tayang di Bioskop, Libatkan 1.500 Kru
Jakarta, Gizmologi – Avatar: Fire and Ash, telah tayang di bioskop Indonesia dengan membawa cerita atau petualangan yang baru di dunia Pandora. James Cameron, sutradara dari seluruh trilogi Avatar, mengatakan film ini menjadi seri yang paling emosional.
Film Avatar: Fire and Ash memperlihatkan banyak aksi dan emosi yang mengikuti perjalanan Jake Sully (Sam Worthington) yang kini memimpin Na’vi—spesies di planet Pandora—, Neytiri (Zoe Saldana), dan seluruh keluarga Sully. Menjelang perilisan, film ini telah masuk nominasi di ajang bergengsi seperti Golden Globe untuk kategori “Cinematic and Box Office Achievement” dan “Best Original Song”, serta Critics’ Choice Award untuk “Best Visual Effect.”
Selain menyajikan cerita yang baru, di film Avatar: Fire and Ash juga terdapat karakter baru yaitu Varang (Oona Chaplin). Ada juga beberapa fakta yang harus kamu ketahui di balik Avatar: Fire and Ash.
Baca Juga: Film Lupa Daratan jadi Debut Project Imajinari dengan Netflix
Fakta Film Avatar: Fire and Ash Libatkan 1.500 Kru saat Proses Produksi
Proses syuting Avatar: The Way of Water dan Avatar: Fire and Ash dimulai sejak September 2017 dan berlangsung selama 18 bulan. Seperti film-film sebelumnya, Avatar: Fire and Ash diproduksi di Selandia Baru dengan melibatkan lebih dari 1.500 kru.
Sutradara, penulis, dan produser James Cameron menegaskan bahwa film-film Avatar dibuat oleh tim berbakat. Terutama para aktor yang memainkan setiap adegan secara nyata.
“Setiap ekspresi, gerakan, dan emosi adalah hasil penampilan mereka. Setelah terekam, tim artistik bekerja tanpa henti untuk menghidupkan karakter dan dunia Pandora ke dalam layar,” ujar James Cameron.
Proses produksi film ini juga turut diperkuat oleh sineas-sineas berbakat yang kembali bekerja sama dengan James Cameron, termasuk sinematografer pemenang Oscar, Russell Carpenter, ASC di film Titanic, lalu desainer produksi, Dylan Cole di film Maleficent dan sebagainya. Visual efek menjadi elemen kunci dalam Avatar: Fire and Ash, karena proses pengembangannya sudah dimulai sejak tahap awal produksi. Pendekatan ini membuat setiap departemen bekerja bersamaan untuk menghadirkan dunia Pandora dengan detail yang lebih kaya.
“Sering kali orang menganggap tahapan produksi itu terdiri dari pra-produksi, produksi, dan pasca produksi. Namun pada film-film Avatar, batasan itu tidak lagi terlihat jelas, dan proses visual efek kami sudah dimulai sejak pra-produksi,” ujar Jon Landau, Produser film Avatar: Fire and Ash.
Setelah rangkaian pengambilan gambar virtual selesai disusun, seluruh adegan serta penampilan para aktor diteruskan ke tim ahli Wētā FX di Selandia Baru, studio pemenang Academy Award yang mengerjakan total 3.382 shot visual efek untuk film ini.
Sinopsis Film Avatar: Fire and Ash
Kisah Avatar: Fire and Ash berlangsung beberapa minggu setelah peristiwa Avatar: The Way of Water. Keluarga Sully masih hidup bersama klan Metkayina di Pandora sambil berusaha beradaptasi dengan kepergian Neteyam.
Masing-masing anggota keluarga menghadapi duka itu dengan cara mereka sendiri. Di tengah upaya Spider menyesuaikan diri dengan kehidupan Metkayina, keluarga Sully menyadari bahwa ia tidak bisa lagi tinggal bersama mereka demi keselamatannya.
Melalui pertemuan dengan Klan Tlalim, atau Wind Traders, pemimpin mereka, Peylak, setuju mengantar Spider kembali ke High Camp, dan seluruh keluarga Sully memutuskan untuk ikut serta dalam perjalanan tersebut. Namun, rencana mereka terhenti ketika rombongan diserang oleh Klan Mangkwan, atau Ash People, yang dipimpin oleh Varang.
Berasal dari wilayah yang hancur akibat letusan gunung berapi, klan ini tumbuh dengan budaya dan cara hidup yang sangat berbeda. Di sisi lain, RDA yang merupakan organisasi manusia dengan ambisi untuk menguasai Pandora mulai bangkit dan merencanakan serangan baru setelah kekalahan sebelumnya.
Para kru dan aktor menulis nama Jon Landau atau penghormatannya setelah meninggal pada 5 Juli 2024. Film ini pun sudah bisa kalian tonton di bioskop Indonesia mulai 17 Desember 2025.
Artikel berjudul Avatar: Fire and Ash Tayang di Bioskop, Libatkan 1.500 Kru saat Proses Produksi yang ditulis oleh Zihan Fajrin pertama kali tampil di Gizmologi.id
🔗 Sumber: www.gizmologi.com
📌 MAROKO133 Eksklusif gadget: Inovasi RunSight Asal Indonesia Tembus Top 20 Samsun
Jakarta, Gizmologi – Langkah Tim Labmino menembus 20 besar Samsung Solve for Tomorrow Global 2025 menjadi sorotan tersendiri bagi ekosistem teknologi dan inovasi Indonesia. Ini bukan sekadar pencapaian kompetisi, tetapi juga penanda bahwa ide berbasis empati dari talenta muda lokal mulai mendapat ruang di panggung internasional.
RunSight, inovasi yang mereka bawa, lahir dari persoalan yang sangat spesifik namun sering luput dari perhatian. Penyandang disabilitas tunanetra memiliki keterbatasan akses terhadap olahraga lari yang aman dan mandiri. Di sinilah teknologi mencoba mengambil peran, bukan sebagai gimmick, melainkan solusi nyata.
Meski kisah ini terdengar inspiratif, penting untuk melihatnya secara lebih seimbang. Pengakuan global memang penting, tetapi tantangan sesungguhnya justru muncul setelah kompetisi. Apakah RunSight bisa berkembang menjadi produk yang benar benar digunakan luas, atau berhenti sebagai konsep kompetisi, masih menjadi pertanyaan besar.
Baca Juga: Counterpoint: Penjualan Smartphone 2026 Akan Menyusut Dampak Kenaikkan Harga RAM
RunSight dan Pendekatan Teknologi Berbasis Empati
RunSight dikembangkan sebagai kacamata pintar berbasis AI yang membantu pelari tunanetra bernavigasi dengan lebih aman. Ide ini muncul dari pengalaman personal tim, yang melihat langsung keterbatasan alat bantu olahraga adaptif. Pendekatan ini memberi nilai lebih karena berangkat dari kebutuhan nyata, bukan sekadar tren teknologi.
Di level kompetisi global, RunSight dinilai mampu menggabungkan teknologi, pengalaman pengguna, dan dampak sosial. Namun, dari sisi teknis, detail implementasi AI, akurasi sensor, serta kesiapan penggunaan di kondisi dunia nyata masih belum sepenuhnya teruji secara publik. Ini menjadi celah yang perlu dibuktikan di luar panggung presentasi.
Prestasi Global dan Tantangan Keberlanjutan
Masuknya Tim Labmino ke Top 20 global di tahun pertama partisipasi Indonesia jelas patut diapresiasi. Proses seleksi lintas regional memberi mereka perspektif baru tentang standar inovasi global dan cara mengemas solusi agar relevan secara internasional.
Di sisi lain, keberlanjutan menjadi tantangan utama. Banyak proyek inovasi pelajar berhenti setelah kompetisi selesai. Tanpa dukungan lanjutan, validasi pengguna, dan pengembangan produk yang konsisten, potensi RunSight bisa sulit diwujudkan. Prestasi ini adalah awal yang kuat, tetapi dampak jangka panjang akan ditentukan oleh langkah berikutnya setelah sorotan mereda.
Artikel berjudul Inovasi RunSight Asal Indonesia Tembus Top 20 Samsung Solve for Tomorrow Global 2025 yang ditulis oleh Christopher Louis pertama kali tampil di Gizmologi.id
🔗 Sumber: www.gizmologi.com
🤖 Catatan MAROKO133
Artikel ini adalah rangkuman otomatis dari beberapa sumber terpercaya. Kami pilih topik yang sedang tren agar kamu selalu update tanpa ketinggalan.
✅ Update berikutnya dalam 30 menit — tema random menanti!
